Selasa, 07 Agustus 2018

Etika Alam


Apakah kamu hobi berkegiatan di alam bebas? Seperti mendaki gunung, caving, climbing atau bahkan travelling ke tempat tempat yang belum pernah kamu tau sebelumnya. Mungkin saat ini hal itu sudah menjadi tren ya. Nah ketika berkegiatan dialam bebas itu apa sih yang kamu cari? Refreshing? kepuasan diri? Hobi? Atau mungkin ikut ikutan saja. Apapun yang kamu cari yang pasti kamu sudah melakukan kegiatan itu kan. Kegiatan di alam bebas mau tidak mau akan bersinggungan dengan banyak hal. Yang paling gampang kamu lihat adalah tempat yang kamu kunjungi itu sendiri dan seterusnya hingga kehidupan masyarakat sekitar dan kearifan lokalnya. Kamu sebagai pendatang atau dalam hal ini bisa dikatakan juga sebagai tamu sudah semestinya menempatkan diri sebagai tamu juga.

Nah sebagai tamu ada hal yang mungkin dibawah kesadaran kita sudah sama sama paham etika dan perilaku yang semestinya dipegang sebagi batasan kita sebagai tamu. Dengan memposisikan sebagai tamu, secara otomatis tuan rumah juga akan senang kamu datang, namun sebalikanya kalau kamu adalah orang yang tidak bisa menempatkan diri, bisa jadi si tuan rumah akan merasa tersinggung bahkan akan merasa direndahkan martabatnya sebagai tuan rumah. Jadi, memposisikan diri dengat tepat itu adalah sesuatu yang mestinya kamu pegang kemanapun kamu menempuh perjalanan. Dengan begitu pihak lain akan menghormatimu selayaknya kamu mempertahankan kehormatan dirimu.

Berangkat dari memposisikan sebagai tamu, nantinya akan mempunyai efek terhadap sikap dan perilaku kamu kepada apapun yang kamu temui di perjalananmu. Alam ini bukan hanya milikmu akan tetapi ada makhluk lain yang juga tinggal dan menjalani kehidupannya sebagaimana kamu juga menjalani kehidupan. Ada tumbuhan yang senantiasa menjalankan tugasnya memasak untuk kebutuhan dirinya sekaligus bermanfaat untukmu sebagai sarana bernafas. Ada hewan yang juga selalu terhubung rantai makanan yang apabila kamu mengganggu salah satu dari rantai itu maka akan berpengarus kepada semuanya. Analoginya adalah rantai pada motor itu sebagai pemicu gerakan roda yang apabila rantai itu putus satu saja maka akan berpengaruh terhadap motornya meskipun mesinnya baik baik saja. Begitupun rantai makanan pada kehidupan apabila salah satu sudah tidak sebagaimana fungsinya maka akan berpengaruh kepada semua aspek kehidupan dalam lingkup rantai makanan itu meskipun keadaannya hidup.

Yang menarik adalah masih ada makhluk selain hewan, tumbuhan, dan kita manusia yaitu  jin dan sebangsanya yang memang bumi ini adalah juga habitatnya. Terlepas dari agama apapun yang menjelaskan tentang apa itu jin, setan dan sebangsanya tetapi dalam kehidupan di bumi ini alangkah indahnya jika semuanya berdamai. Toh mereka juga ciptaan Tuhan sama halnya seprti kita. Berangkat dari itu seyogyanya kita bisa saling menghormati paling tidak sebagai sesama makhluk. Dan ini tidak menutup kemungkinan ketika kamu melakuakan kegiatan di alam bebas mereka juga ada dan sedang melakukan kegiatannya atau bahkan malah memang disitulah mereka tinggal dan menjalani kehidupannya sehari hari.

Yang berikutnya adalah sampah. Ini adalah masalah yang dari dulu tidak pernah ada penyelesaiannya sampai sekarang. Entah memang tabiat kita sebagai manusia yang sudah acuh tentang keadaan sekitarnya atau memang saya yang salah. Lho kenapa jadi saya yang salah, ya, karena memang masalah ini bukan salah siapa siapa melainkan adalah salah diri sendiri.  Tapi saya sebagai pribadi saya sendiri yang salah ini mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak pihak yang sudah sangat concern pada masalah ini. Mulai dari gerakan – gerakan, aktivitas dan kegiatan penanggulangan dan lain sebagainya. Seharusnya sudah saatnya saya dan diri dendiri ini mulai ada rasa perkewuh sama pihak pihak itu. Karena ulah saya dan diri sendiri ini sudah merepotkan mereka. Yang terjadi sampai sekarang ini adalah ketidaksadaran secara psikologis sebagai manusia yang bersosialisasi dengan alam sekitarnya. Sehingga dampaknya adalah ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya.

Masalah sampah ini adalah masalah moral sebagai manusia. Seakan akan manusia ini adalah empunya alam semesta sehingga perilaku yang seenaknya terhadap alam sekitar adalah bukan hal yang tabu. Padahal fitrahnya adalah manusia itu adalah sebagai ujung tombak pelestarian dan penjagaan alam semesta. Lalu apabila sudah menjadi hal yang tidak tabu lagi ini salah siapa. Kembali lagi adalah salah diri sendiri karena memang dari segi manapun seringkali diri sendiri tidak mempunyai kesadaran akan pentingnya penjagaan ini. Mungkin sadar tapi hanya keluar dari mulut saja, tidak di ekspresikan dalam bentuk tingkah laku. Ya, andaikan setiap diri kita mampu menjaga diri masing masing, contoh kecil adalah bertanggung jawab atas sampahnya sendiri maka permasalahan ini akan selesai tanpa harus merepotkan orang lain untuk berkampanye, berkegiatan bersih sampah dan lain lain. Dari segi ekonomipun permasalahan ini juga menjadi satu pos yang menurut saya adalah pos yang mubadzir karena sifatnya penanggulangan bukan pencegahan. Sedangkan pencegahan ini adalah hasil dari kesadaran diri untuk hal itu. Kesadaran bukan lagi penting melainkan satu hal yang wajib ‘ain. Mulai dari kesadaran untuk menjaga diri dari membuang sampah sembarangan maka bisa jadi impact-nya adalah menjadikan kecintaan terhadap alam semakin merasuk dalam jiwa setiap individu. Sampai disini dulu ghibah-in sampahnya, nanti akan ada pembahasan khusus mengenai sampah.

Dan yang terakhir adalah mengembalikan fitrah kita sebagai manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah itu apa? dalam KBBI dari kbbi.kemendikbud.go.id memiliki makna yaitu pengelola. Nah dari sini sudah jelas apa tugas yang diberikan Tuhan kepada kita, yaitu mengelola alam raya ini sebagaimana syari'at Tuhan. contoh syari'at Tuhan adalah air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, air laut yang asin, cicak yang sedang makan nyamuk, dan lain sebagainya yang kalau kita sebutkan semua tidak akan habis. oleh karenanya kita sebagai makhluk yang ditunjuk Tuhan sebagai khalifah sudah semestinya mengelola alam raya ini sebijaksana mungkin. Jika titahnya air memang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah maka kita sebagai pengelola bagaimana caranya agar air tersebut memenuhi syar'at Tuhan yakni dengan tidak menghambatnya. Dari contoh sederhana itu mari kita melihat diri kita masing - masing untuk bersama sama menjaga keberlangsungan alam ini sebagaimana titahNya. Kuncinya adalah diri sendiri.

Salam Lestari,
Muhsan Setiyono