Apakah kamu hobi
berkegiatan di alam bebas? Seperti mendaki gunung, caving, climbing atau bahkan
travelling ke tempat tempat yang belum pernah kamu tau sebelumnya. Mungkin saat
ini hal itu sudah menjadi tren ya. Nah ketika berkegiatan dialam bebas itu apa
sih yang kamu cari? Refreshing? kepuasan diri? Hobi? Atau mungkin ikut ikutan
saja. Apapun yang kamu cari yang pasti kamu sudah melakukan kegiatan itu kan. Kegiatan
di alam bebas mau tidak mau akan bersinggungan dengan banyak hal. Yang paling
gampang kamu lihat adalah tempat yang kamu kunjungi itu sendiri dan seterusnya
hingga kehidupan masyarakat sekitar dan kearifan lokalnya. Kamu sebagai
pendatang atau dalam hal ini bisa dikatakan juga sebagai tamu sudah semestinya
menempatkan diri sebagai tamu juga.
Nah sebagai tamu ada hal
yang mungkin dibawah kesadaran kita sudah sama sama paham etika dan perilaku
yang semestinya dipegang sebagi batasan kita sebagai tamu. Dengan memposisikan
sebagai tamu, secara otomatis tuan rumah juga akan senang kamu datang, namun
sebalikanya kalau kamu adalah orang yang tidak bisa menempatkan diri, bisa jadi
si tuan rumah akan merasa tersinggung bahkan akan merasa direndahkan
martabatnya sebagai tuan rumah. Jadi, memposisikan diri dengat tepat itu adalah
sesuatu yang mestinya kamu pegang kemanapun kamu menempuh perjalanan. Dengan
begitu pihak lain akan menghormatimu selayaknya kamu mempertahankan kehormatan
dirimu.
Berangkat dari
memposisikan sebagai tamu, nantinya akan mempunyai efek terhadap sikap dan
perilaku kamu kepada apapun yang kamu temui di perjalananmu. Alam ini bukan
hanya milikmu akan tetapi ada makhluk lain yang juga tinggal dan menjalani
kehidupannya sebagaimana kamu juga menjalani kehidupan. Ada tumbuhan yang
senantiasa menjalankan tugasnya memasak untuk kebutuhan dirinya sekaligus
bermanfaat untukmu sebagai sarana bernafas. Ada hewan yang juga selalu
terhubung rantai makanan yang apabila kamu mengganggu salah satu dari rantai
itu maka akan berpengarus kepada semuanya. Analoginya adalah rantai pada motor
itu sebagai pemicu gerakan roda yang apabila rantai itu putus satu saja maka
akan berpengaruh terhadap motornya meskipun mesinnya baik baik saja. Begitupun
rantai makanan pada kehidupan apabila salah satu sudah tidak sebagaimana
fungsinya maka akan berpengaruh kepada semua aspek kehidupan dalam lingkup
rantai makanan itu meskipun keadaannya hidup.
Yang menarik adalah
masih ada makhluk selain hewan, tumbuhan, dan kita manusia yaitu jin dan sebangsanya yang memang bumi ini
adalah juga habitatnya. Terlepas dari agama apapun yang menjelaskan tentang apa
itu jin, setan dan sebangsanya tetapi dalam kehidupan di bumi ini alangkah
indahnya jika semuanya berdamai. Toh mereka juga ciptaan Tuhan sama halnya
seprti kita. Berangkat dari itu seyogyanya kita bisa saling menghormati paling tidak
sebagai sesama makhluk. Dan ini tidak menutup kemungkinan ketika kamu
melakuakan kegiatan di alam bebas mereka juga ada dan sedang melakukan
kegiatannya atau bahkan malah memang disitulah mereka tinggal dan menjalani
kehidupannya sehari hari.
Yang berikutnya adalah
sampah. Ini adalah masalah yang dari dulu tidak pernah ada penyelesaiannya
sampai sekarang. Entah memang tabiat kita sebagai manusia yang sudah acuh
tentang keadaan sekitarnya atau memang saya yang salah. Lho kenapa jadi saya
yang salah, ya, karena memang masalah ini bukan salah siapa siapa melainkan
adalah salah diri sendiri. Tapi saya
sebagai pribadi saya sendiri yang salah ini mengucapkan banyak terima kasih
kepada pihak pihak yang sudah sangat concern pada masalah ini. Mulai dari gerakan
– gerakan, aktivitas dan kegiatan penanggulangan dan lain sebagainya.
Seharusnya sudah saatnya saya dan diri dendiri ini mulai ada rasa perkewuh sama
pihak pihak itu. Karena ulah saya dan diri sendiri ini sudah merepotkan mereka.
Yang terjadi sampai sekarang ini adalah ketidaksadaran secara psikologis
sebagai manusia yang bersosialisasi dengan alam sekitarnya. Sehingga dampaknya
adalah ketidakpedulian manusia terhadap lingkungan yang berada di sekitarnya.
Masalah sampah ini
adalah masalah moral sebagai manusia. Seakan akan manusia ini adalah empunya
alam semesta sehingga perilaku yang seenaknya terhadap alam sekitar adalah
bukan hal yang tabu. Padahal fitrahnya adalah manusia itu adalah sebagai ujung
tombak pelestarian dan penjagaan alam semesta. Lalu apabila sudah menjadi hal
yang tidak tabu lagi ini salah siapa. Kembali lagi adalah salah diri sendiri
karena memang dari segi manapun seringkali diri sendiri tidak mempunyai
kesadaran akan pentingnya penjagaan ini. Mungkin sadar tapi hanya keluar dari
mulut saja, tidak di ekspresikan dalam bentuk tingkah laku. Ya, andaikan setiap
diri kita mampu menjaga diri masing masing, contoh kecil adalah bertanggung
jawab atas sampahnya sendiri maka permasalahan ini akan selesai tanpa harus
merepotkan orang lain untuk berkampanye, berkegiatan bersih sampah dan lain
lain. Dari segi ekonomipun permasalahan ini juga menjadi satu pos yang menurut
saya adalah pos yang mubadzir karena sifatnya penanggulangan bukan pencegahan.
Sedangkan pencegahan ini adalah hasil dari kesadaran diri untuk hal itu.
Kesadaran bukan lagi penting melainkan satu hal yang wajib ‘ain. Mulai dari
kesadaran untuk menjaga diri dari membuang sampah sembarangan maka bisa jadi impact-nya adalah menjadikan kecintaan
terhadap alam semakin merasuk dalam jiwa setiap individu. Sampai disini dulu ghibah-in sampahnya, nanti akan ada pembahasan khusus mengenai sampah.
Dan yang terakhir adalah mengembalikan fitrah kita sebagai manusia, yaitu menjadi khalifah di muka bumi. Khalifah itu apa? dalam KBBI dari kbbi.kemendikbud.go.id memiliki makna yaitu pengelola. Nah dari sini sudah jelas apa tugas yang diberikan Tuhan kepada kita, yaitu mengelola alam raya ini sebagaimana syari'at Tuhan. contoh syari'at Tuhan adalah air mengalir dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah, air laut yang asin, cicak yang sedang makan nyamuk, dan lain sebagainya yang kalau kita sebutkan semua tidak akan habis. oleh karenanya kita sebagai makhluk yang ditunjuk Tuhan sebagai khalifah sudah semestinya mengelola alam raya ini sebijaksana mungkin. Jika titahnya air memang mengalir dari tempat tinggi ke tempat yang rendah maka kita sebagai pengelola bagaimana caranya agar air tersebut memenuhi syar'at Tuhan yakni dengan tidak menghambatnya. Dari contoh sederhana itu mari kita melihat diri kita masing - masing untuk bersama sama menjaga keberlangsungan alam ini sebagaimana titahNya. Kuncinya adalah diri sendiri.
Salam Lestari,
Muhsan Setiyono